Pages

Thursday 28 April 2011


Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Pada saat kita bertemu dengan seseorang yang sempurna dan yang kita
cintai, di saat yang tepat, di tempat yang tepat dan di waktu yang tepat.
Itu adalah kesempatan.

Saat kamu bertemu seseorang yang membuatmu tertarik.
Itu bukan pilihan.
Itu adalah kesempatan.

Selalu bersama dalam setiap waktu (dan banyak pasangan yang jadian karena
hal ini) bukanlah suatu pilihan.
Itu adalah kesempatan.

Perbedaannya adalah setelah semuanya itu terjadi... Kapan kau akan membawa
rasa cinta, suka, dan ketertarikan tersebut naik ke tingkat selanjutnya?

Ketika akal sehat kita kembali bermain, kita akan duduk dan menimbang
kembali apakah kita ingin melanjutkan hubungan tersebut atau melepaskannya.
Jika kau memilih untuk mencintai seseorang tersebut, meskipun dengan
segala kekurangannya, itu bukanlah kesempatan.
Itu adalah pilihan.

Disaat kau memilih untuk bersama dengan seseorang, tidak peduli dengan hal lainnya.
Itu adalah pilihan.

Meskipun kau tahu banyak orang di luar sana yang lebih menarik, pintar,
dan lebih kaya daripada pasanganmu, dan ya, kau memutuskan untuk tetap
mencintai pasanganmu apa adanya.
Itu adalah pilihan.

Cinta, suka, ketertarikan datang kepada kita dari kesempatan.
Tetapi,
cinta sejati itu adalah sungguh-sungguh suatu pilihan.
Sebuah pilihan yang kita buat.

Ada sebuah kutipan indah mengenai teman sejiwa atau pasangan hidup :
Nasib akan membawamu untuk bersama, tetapi untuk tetap bersama sampai akhir,
itu tergantung dari dirimu sendiri.

Saya percaya bahwa teman sejiwa dan someone special yang diciptakan untukmu
itu benar-benar ada. Tetapi itu masih tetap tergantung pada dirimu untuk membuat
pilihan tersebut, apakah kau akan melakukannya atau tidak.
Kita mungkin akan menemukan teman sejati kita dengan kesempatan yang ada,
tetapi untuk mencintai dan bersama dengan teman sejiwa kita,
itu adalah tetap pilihan kita untuk mewujudkannya�.

Kita datang ke dunia ini bukan untuk mencari seseorang yang sempurna
untuk mencintai..
Tetapi untuk belajar, bagaimana mencintai seseorang yang tidak sempurna
dengan sempurna...: )

CINTA itu seperti kupu-kupu

Cinta itu seperti kupu-kupu. Tambah dikejar, tambah lari..
Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan datang di saat kamu tidak mengharapkannya.
Cinta dapat membuatmu bahagia tapi sering juga bikin sedih.
Cinta baru berharga kalau diberikan kepada seseorang yang menghargainya.
Jadi jangan terburu-buru, dan pilihlah yang terbaik.

Cinta bukan bagaimana menjadi pasangan yang "sempurna" bagi seseorang.
Tapi . bagaimana menemukan seseorang yang dapat membantumu menjadi dirimu sendiri.
Dan karena itu kamu sempurna.

Jangan pernah bilang "I love you" kalau kamu tidak perduli.
Jangan pernah membicarakan perasaan yang tidak pernah ada.
Jangan pernah menyentuh hidup seseorang kalau hal itu akan menghancurkan hatinya.
Jangan pemah menatap matanya kalau semua yang kamu lakukan hanya kebohongan.
Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta,sementara kamu tidak berniat untuk menangkapnya. ..

Cinta bukan, "Ini salah kamu", tapi "Maafkan aku".
Bukan "Kamu di mana sih?", tapi "Aku disini". Bukan "Gimana sih kamu?",
tapi "Aku ngerti kok". Bukan "Coba kamu gak kayak gini"', tapi "Aku cinta kamu seperti kamu apa adanya". Kompatibilitas yang paling benar bukan diukur berdasarkan berapa lama kalian sudah bersama maupun berapa sering kalian bersama, tapi apakah selama kalian bersama, kalian selalu saling mengisi satu sama lain dan saling membuat hidup yang berkualitas.

Kesedihan dan kerinduan hanya terasa selama yang kamu inginkan dan menyayat sedalam yang kamu izinkan.
Yang berat bukan bagaimana caranya menanggulangi kesedihan dan kerinduan itu, tapi bagaimana belajar darinya.

Caranya jatuh cinta: jatuh tapi jangan terhuyung-huyung, konsisten tapi jangan memaksa,
berbagi dan jangan bersikap tidak adil, mengerti dan cobalah untuk tidak banyak menuntut,
sedih tapi jangan pernah simpan kesedihan itu.

Memang sakit melihat orang yang kamu cintai sedang berbahagia dengan orang lain tapi
lebih sakit lagi kalau orang yang kamu cintai itu tidak berbahagia bersama kamu.

Cinta akan menyakitkan ketika kamu berpisah dengan seseorang, lebih menyakitkan apabila kamu dilupakan oleh kekasihmu, tapi cinta akan lebih menyakitkan lagi apabila
seseorang yang kamu sayangi tidak tahu apa yang sesungguhnya kamu rasakan.

Yang paling menyedihkan dalam hidup adalah menemukan seseorang dan jatuh cinta, , hanya untuk mengetahui bahwa dia bukan untuk kamu dan kamu sudah menghabiskan
banyak waktu untuk orang yang tidak pernah menghargainya. .
Kalau dia tidak "worth it" sekarang, dia tidak akan pernah "worth it" setahun lagi ataupun 10 tahun lagi.
Jadi, biarkan dia pergi...

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh


Fr Milis>

Tuesday 26 April 2011

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah...
Manusia biasa akan rasa dirinya biasa-biasa apabila tidak menyedari bahawa dia dicipta untuk menjadi 'luar biasa'
Seperti renungan dibawah ini dari sebuah milis yg bagus untuk
Kita simak...

Kalau menjadi batu
Jangan menjadi batu di tepi jalan
Yang tak ada nilainya, dan tak ada harganya
Diinjak orang, ditendang orang
Tetapi jadilah batu permata
Yang berkilau,
yang bersinardihargai orang

Kalau menjadi kayu
Jangan menjadi kayu biasa
Yang rapuh, dan mudah patah
Tetapi jadilah kayu jati
Kayu yg mantap
Mahal nilainya
Dihargai orang

Kalau menjadi manusia
Jangan menjadi manusia biasa
Bimbang jiwanya
Rapuh imannya
Sempit pikirannya
Suram masa depannya
Tetapi jadilah manusia luar biasa
Tegar jiwanya
Kuat imannya
Tertib sholatnya
Qur'an jalan hidupnya
Luas pandangannya
Gemilang masa depannya

Perahu sudah berlayar
Dayung sudah di tangan
Pikirkanlah, Renungkanlah
Katakan pada dirimu
Bahwa aku tidak memilih untuk menjadi
manusia biasa

Tapi aku memilih
Untuk menjadi Manusia luar biasa!

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Monday 18 April 2011

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Anak… merupakan cahaya kehidupan setiap rumah tangga
Anak… merupakan buah cinta kasih sepasang anak manusia
Seorang anak adalah anugerah terindah dari Yang Maha Pencipta
Tanpa seorang anak suatu mahligai bagai tak bermahkota



Anak… bagai cahaya mata serta permata hati ayah-bunda
Tumpahan kasih sayang dan inspirasi bermuara
Tempat pengikat jalinan kasih ayah-bunda

Ketika seorang anak lahir di muka bumi
Kebahagiaan ayah-bunda tak terperi
Kebahagiaan menyambut sang buah hati
Yang telah ditunggu selama sembilan bulan sepuluh hari
Dan… terasa anugerah Allah telah terlengkapi

Masih kecil ditimang-timang
Sudah besar disayang-sayang

Tapi…. Kadang ayah bunda sering lupa
Anak bukanlah miliknya sebenarnya
Anak merupakan sarana ujian bagi seorang anak manusia
Yang harus dijaga dan pelihara sesuai dengan syariah agama

Seperti sabda Rasulullah :
“Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami).
Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala)”. (HR. Bukhari)

Sering ayah-bunda tak menyadari dan terlena
Membiarkan anak berjalan sendiri tanpa arahan
Membiarkan mereka ikut terlena terombang-ambing terpikat zaman
Mengikuti hawa nafsu mengejar dunia
Bahkan sengaja mengekploitasi dan berharap mereka dapat mencengkeram dunia

Duhai… ayah-bunda
Ingatlah tugas pokok sebagai orang tua
Ingatlah anak adalah amanah Allah
Kenalkan dia pada makna hidup yang sebenarnya sejak dini
Kenalkan dia pada dirinya sendiri
Kenalkan dia pada Sang Pemilik Kehidupan ini
Sebelum penyesalan datang dikemudian hari
Penyesalan karena anak tak tahu makna dia lahir di bumi
Penyesalan karena anak tak tahu yang haq dan yang bathil

Alangkah bahagianya bila punya anak sholeh-sholeha
Yang setiap saat mendo’akan ayah-bunda
Tiada sesuatu yang berharga walau emas permata sepenuh bumi
Amalan terus mengalir walau jiwa raga telah kembali pada Ilahi Rabbi

Alangkah senangnya di akherat nanti
Di depan Allah dapat berbangga hati
Dapat menjaga amanah yang dititipkan
Hingga selamatlah dari tuntutan

Oh…Allah…. Berilah kekuatan kepada kami
Agar dapat menjaga amanah yang Engkau titipkan ini
Tunjukkan kami jalan yang lurus.. jalan menuju Ridho-Mu
Agar kami dapat mendidik anak-anak kami sesuai dengan keinginan-Mu
Selamatkanlah diri dan keluarga kami dari kepedihan azab-Mu

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
Ya Rabbi, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)." (QS. 14:40-41)
Amin….

Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Thursday 14 April 2011



Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Telah kutinggalkan cemburu disudut kamar gelap telah kuhanyutkan duka pada sungai kecil yang mengalir dari mataku telah kukabarkan lewat angin gerimis tentang segala catatan hati.... Saat cinta berpaling,.. dan hati menjelma menjadi serpihan-serpihan kecil... saat prahara terjadi... saat ujian demi ujianNya terasa terlalu besar untuk ditanggung sendiri, kemanakah seorang istri harus mencari kekuatan agar hati dapat terus tetap bertasbih?...

Jika kau kira dengan sebelah sayap, aku akan terkoyak Maka camkanlah Dengan sebelah sayap itu Akan kujelajah gunung, ombak-ombak samudera Dan gemintang di angkasa

Ya Robbi..jaga hati ku..agar prahara ini tak menerpa ku amin........



(Asma Nadia)
Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Tuesday 12 April 2011


Qaulan Sadiida untuk Anak Kita…

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh ⁠

tulisan ini saya copas (tentu dengan izin,hehe) dari sebuah blog…

jujur saja, saya cukup terperangah membacanya… betapa hal yg (tampak) sepele dan (tampak) kecil, begitu akan membawa pengaruh besar bagi anak-anak kita nantinya…

smoga bermanfaat..

 

Remaja. Pernah saya menelusur, adakah kata itu dalam peristilahan agama kita?

Ternyata jawabnya tidak. Kita selama ini menggunakan istilah ‘remaja’ untuk menandai suatu masa dalam perkembangan manusia. Di sana terjadi guncangan, pencarian jatidiri, dan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terhadap masa-masa itu, orang memberi permakluman atas berbagai perilaku sang remaja. Kata kita, “Wajar lah masih remaja!”

Jika tak berkait dengan taklif agama, mungkin permakluman itu tak jadi perkara. Masalahnya, bukankah ‘aqil dan baligh menandai batas sempurna antara seorang anak yang belum ditulis ‘amal dosanya dengan orang dewasa yang punya tanggungjawab terhadap perintah dan larangan, juga wajib, mubah, dan haram? Batas itu tidak memberi waktu peralihan, apalagi berlama-lama dengan manisnya istilah remaja. Begitu penanda baligh muncul, maka dia bertanggungjawab penuh atas segala perbuatannya; ‘amal shalihnya berpahala, ‘amal salahnya berdosa.

Isma’il ‘alaihissalaam, adalah sebuah gambaran bagi kita tentang sosok generasi pelanjut yang berbakti, shalih, taat kepada Allah dan memenuhi tanggungjawab penuh sebagai seorang yang dewasa sejak balighnya. Masa remaja dalam artian terguncang, mencoba itu-ini mencari jati diri, dan masa peralihan yang perlu banyak permakluman tak pernah dialaminya. Ia teguh, kokoh, dan terbentuk karakternya sejak mula. Mengapa? Agaknya Allah telah bukakan rahasia itu dalam firmanNya:

“Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan teturunan di belakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri . Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lurus benar.” (An Nisaa’ 9)

Ya. Salah satu pinta yang sering diulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq. Dan lisan shidiq itulah yang agaknya ia pergunakan juga untuk membesarkan putera-puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh, kokoh jiwanya, mulia wataknya, dan mampu melakukan hal-hal besar bagi ummat dan agama.

Nah, mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan didengar oleh anak-anak kita. Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai qaulan sadiidaa, kata-kata yang lurus benar, sebagaimana diamanatkan oleh ayat kesembilan Surat An Nisaa’? Ataukah selama ini dalam membesarkan mereka kita hanya berprinsip “asal tidak menangis”. Padahal baik agama, ilmu jiwa, juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting.

Kali ini, izinkan saya secara acak memungut contoh misal pola asuh yang perlu kita tataulang redaksionalnya. Misalnya ketika anak tak mau ditinggal pergi ayah atau ibunya, padahal si orangtua harus menghadiri acara yang tidak memungkinkan untuk mengajak sang putera. Jika kitalah sang orangtua, apa yang kita lakukan untuk membuat rencana keberangkatan kita berhasil tanpa menyakiti dan mengecewakan buah hati kita?

Saya melihat, kebanyakan kita terjebak prinsip “asal tidak menangis” tadi dalam hal ini. Kita menyangka tidak menangis berarti buah hati kita “tidak apa-apa”, “tidak keberatan”, dan “nanti juga lupa.” Betulkah demikian? Agar anak tak menangis saat ditinggal pergi, biasanya anak diselimur, dilenabuaikan oleh pembantu, nenek, atau bibinya dengan diajak melihat –umpamanya- ayam, “Yuk, kita lihat ayam yuk.. Tu ayamnya lagi mau makan tu!” Ya, anak pun tertarik, ikut menonton sang ayam. Lalu diam-diam kita pergi meninggalkannya.

Si kecil memang tidak menangis. Dia diam dan seolah suka-suka saja. Tapi di dalam jiwanya, ia telah menyimpan sebuah pelajaran, “Ooh.. Aku ditipu. Dikhianati. Aku ingin ikut Ibu tapi malah disuruh lihat ayam, agar bisa ditinggal pergi diam-diam. Kalau begitu, menipu dan mengkhianati itu tidak apa-apa. Nanti kalau sudah besar aku yang akan melakukannya!”

Betapa, meskipun dia menangis, alangkah lebih baiknya kita berpamitan baik-baik padanya. Kita bisa mencium keningnya penuh kasih, mendoakan keberkahan di telinganya, dan berjanji akan segera pulang setelah urusan selesai insyaallah. Meski menangis, anak kita akan belajar bahwa kita pamit baik-baik, mendoakannya, tetap menyayanginya, dan akan segera pulang untuknya. Meski menangis, dia telah mendengar qaulan sadiida, dan kelak semoga ini menjadi pilar kekokohan akhlaqnya.

Di waktu lain, anak yang kita sayangi ini terjatuh. Apa yang kita katakan padanya saat jatuhnya? Ada beberapa alternatif. Kita bisa saja mengatakan, “Tuh kan, sudah dibilangin jangan lari-lari! Jatuh bener kan?!” Apa manfaatnya? Membuat kita sebagai orangtua merasa tercuci tangan dari salah dan alpa. Lalu sang anak akan tumbuh sebagai pribadi yang selalu menyalahkan dirinya sepanjang hidupnya.

Atau bisa saja kita katakan, “Aduh, batunya nakal yah! Iih, batunya jahat deh, bikin adek jatuh ya Sayang?” Dan bisa saja anak kita kelak tumbuh sebagai orang yang pandai menyusun alasan kegagalan dengan mempersalahkan pihak lain. Di kelas sepuluh SMA, saat kita tanya, “Mengapa nilai Matematikamu cuma 6 Mas?” Dia tangkas menjawab, “Habis gurunya killer sih Ma. Lagian, kalau ngajar nggak jelas gitu.”

Atau bisa saja kita katakan, “Sini Sayang! Nggak apa-apa! Nggak sakit kok! Duh, anak Mama nggak usah nangis! Nggak apa-apa! Tu, cuma kayak gitu, nggak sakit kan?” Sebenarnya maksudnya mungkin bagus: agar anak jadi tangguh, tidak cengeng. Tapi sadarkah bahwa bisa saja anak kita sebenarnya merasakan sakit yang luar biasa? Dan kata-kata kita, telah membuatnya mengambil pelajaran; jika melihat penderitaan, katakan saja “Ah, cuma kayak gitu! Belum seberapa! Nggak apa-apa!” Celakanya, bagaimana jika kalimat ini kelak dia arahkan pada kita, orangtunya, di saat umur kita sudah uzur dan kita sakit-sakitan? “Nggak apa-apa Bu, cuma kayak gitu. Jangan nangis ah, sudah tua, malu kan?” Akankah kita ‘kutuk’ dia sebagai anak durhaka, padahal dia hanya meneladani kita yang dulu mendurhakainya saat kecil?

Ah.. Qaulan sadiida. Ternyata tak mudah. Seperti saat kita mengatakan untuk menyemangati anak-anak kita, “Anak shalih masuk surga.. Anak nakal masuk neraka..” Betulkah? Ada dalilnya kah? Padahal semua anak jika tertakdir meninggal pasti akan menjadi penghuni surga. Juga kata-kata kita saat tak menyukai keusilan –baca; kreativitas-nya semisal bermain dengan gelas dan piring yang mudah pecah. Kita kadang mengucapkan, “Hayo.. Allah nggak suka lho Nak! Allah nggak suka!”

Sejujurnya, siapa yang tak menyukainya? Allah kah? Atau kita, karena diri ini tak ingin repot saja. Alangkah lancang kita mengatasnamakan Allah! Dan alangkah lancang kita mengenalkan pada anak kita satu sifat yang tak sepantasnya untuk Allah yakni, “Yang Maha Tidak Suka!” Karena dengan kalimat kita itu, dia merasa, Allah ini kok sedikit-sedikit tidak suka, ini nggak boleh, itu nggak benar.

Alangkah agungnya qaulan sadiida. Dengan qaulan sadiida, sedikit perbedaan bisa membuat segalanya jauh lebih cerah. Inilah kisah tentang dua anak penyuka minum susu. Anak yang satu, sering dibangunkan dari tidur malas-malasannya oleh sang ibu dengan kalimat, “Nak, cepat bangun! Nanti kalau bangun Ibu bikinkan susu deh!” Saat si anak bangun dan mengucek matanya, dia berteriak, “Mana susunya!” Dari kejauhan terdengar adukan sendok pada gelas. “Iya. Sabar sebentaar!” Dan sang ibupun tergopoh-gopoh membawakan segelas susu untuk si anak yang cemberut berat.

Sementara ibu dari anak yang satunya lagi mengambil urutan kerja berbeda. Sang ibu mengatakan begini, “Nak, bangun Nak. Di meja belajar sudah Ibu siapkan susu untukmu!” Si anakpun bangun, tersenyum, dan mengucap terimakasih pada sang ibu.

Ibu pertama dan kedua sama capeknya; sama-sama harus membuat susu, sama-sama harus berjuang membangunkan sang putera. Tapi anak yang awal tumbuh sebagai si suka pamrih yang digerakkan dengan janji, dan takkan tergerak oleh hal yang jika dihitung-hitung tak bermanfaat nyata baginya. Anak kedua tumbuh menjadi sosok ikhlas penuh etos. Dia belajar pada ibunya yang tulus; tak suka berjanji, tapi selalu sudah menyediakan segelas susu ketika membangunkannya.

Ya Allah, kami tahu, rumahtangga Islami adalah langkah kedua dan pilar utama dari da’wah yang kami citakan untuk mengubah wajah bumi. Ya Allah maka jangan Kau biarkan kami tertipu oleh kekerdilan jiwa kami, hingga menganggap kecil urusan ini. Ya Allah maka bukakanlah kemudahan bagi kami untuk menata da’wah ini dari pribadi kami, keluarga kami, masyarakat kami, negeri kami, hingga kami menjadi guru semesta sejati.

Ya Allah, karuniakan pada kami lisan yang shidiq, seperti lisan Ibrahim. Karuniakan pada kami anak-anak shalih yang kokoh imannya dan mulia akhlaqnya, seperti Isma’il. Meski kami jauh dari mereka, tapi izinkan kami belajar untuk mengucapkan qaulan sadiida, huruf demi huruf, kata demi kata.. Aamiin.


Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh